Palestina, Di Atas Mayat, Di Bawah Langit yang Retak

 

Puisi kemanusiaan oleh Nur Fatiya untuk Palestina 

Di tanah ini—Palestina, matahari terbit tanpa janji, hanya debu, asap, dan bayang peluru yang menggantung,

Setiap pagi adalah nyeri yang berulang, setiap malam adalah doa yang ditelan reruntuhan,

Bumi meratap, langit bergetar, namun di balik tangis yang tersembunyi, ada tangan kecil yang tetap menggenggam batu, ada dada yang tak hancur meski ditembus ribuan luka,

Karena mereka tahu: kemerdekaan tak lahir dari kata, tapi dari darah yang sabar menunggu subur.


Gaza bukan sekadar peta yang retak, ia adalah nadi yang berdenyut meski dipijak,

Ia adalah ibu yang melahirkan di antara ribuan mayat, ia adalah anak-anak yang berlari, di antara ranjau, dinding retak, dan bayang maut,

Dari matanya mengalir langit yang patah, tapi di jantungnya tumbuh bendera,

merah luka, hijau doa, putih harap, hitam derita,

Mereka tak pernah belajar kata menyerah, sebab sejak bayi, yang mereka hafal adalah tangis, dan yang mereka junjung adalah janji tanah yang dirampas.


Mayat-mayat tidur berjajar, seperti barisan syuhada yang menunggu pagi,

Tak ada kafan indah, hanya tanah yang pelan memeluk, hanya langit yang diam menyaksikan,

Setiap tubuh yang dingin adalah nyala, setiap nisan tanpa nama adalah serapah yang ditelan malam,

Mereka bukan angka dalam berita, mereka adalah nyawa yang berbisik pada dunia: “Kami mati, tapi tanah ini hidup,

dan tanah ini tak akan pernah kau curi selamanya.”


Jerusalem memanggil, dengan suara masjid yang separuh runtuh, dengan lantunan azan yang patah-patah,

Di balik tembok, ada luka yang mengalir seperti sungai tua, di balik doa, ada darah yang jatuh seperti gerimis,

Mereka merampas kota, tapi tak pernah bisa merampas cinta, mereka mengangkat senjata, tapi tak pernah bisa membunuh keyakinan, bahwa bumi ini milik yang sabar,

Dan Palestina adalah sabar yang membatu menjadi tembok harapan.


Dan suatu hari nanti, dari balik puing dan tanah yang membara, akan tumbuh pohon-pohon zaitun, daunnya membawa nama-nama syuhada, buahnya mengalirkan air mata yang berubah menjadi kekuatan,

Akan ada langit yang benar-benar biru,

akan ada bumi yang tidak berdarah,

anak-anak akan mengeja kata "rumah" tanpa rasa takut,

Dan di atas kota yang pernah mereka kubur dengan penderitaan, akan berdiri Palestina, bukan sekadar tanah, tapi tanah yang menang, tanah yang bebas,

Tanah yang—meski dihancurkan ribuan kali—selalu tumbuh kembali,

Palestina yang merdeka.

Posting Komentar

0 Komentar