Genangan dan Ironi Institusi

Spanduk bertuliskan dilarang masuk , terpampang nyata di gerbang kampus STAI Sangatta 


LPMGAZEBO,sangatta- Puisi oleh Anggun citra lukmania ( presBEM STAIS)

Merah menyala, di gerbang yang senyap,

"DILARANG MASUK TANPA IZIN!" tegas terucap.

Pasal 167 KUHP, bayang-bayang hukum,

Sembilan bulan penjara, jadi ancaman umum.

Sebuah institusi, mestinya berwibawa,

Namun mengapa pandangan sering berbeda?


Di balik kebun rapi, dan bangunan kokoh,

Terhampar genangan air, memantulkan bianglala.

Bukan danau alami, bukan pula kolam pancing,

Namun ia ada, abadi, tak henti bergeming.

Mengundang tanya: mengapa air terus tergenang?

Bukankah itu bukti, ada yang kurang terpegang?


"AREA INI BUKAN TEMPAT MANCING," jelas terbaca,

Ironi menggigit, di bawah langit yang cerah.

"AREA INI DILENGKAPI CCTV KEAMANAN," tertera,

Demi menjaga batas, dari tangan yang menjelajah.

Tapi, bukankah ironis, menjaga luar dengan ketat,

Sedang di dalam, masalah dasar tak tersirat?


Harusnya pihak kampus, berkaca pada cermin,

Melihat genangan itu, yang tak kunjung jernih.

Bukan hanya soal warga yang salah tafsir,

Tapi tentang pembiaran, yang kian getir.

Saat air tak surut, lahan pun jadi rawa,

Apakah itu wajah kampus, yang katanya cendekia?


Mengapa genangan itu dibiarkan abadi?

Tidakkah ada anggaran, untuk perbaikan serius di sini?

Bukan sekadar tanda larangan yang terpampang,

Tapi tindakan nyata, agar air tak lagi tergenang.

Bukankah ini cerminan, dari pengelolaan yang lalai?

Sebuah bukti nyata, bahwa perhatian tak sampai.


Mungkin bukan hanya soal tanda dan larangan,

Tapi tentang komitmen pada lingkungan dan lahan.

Ketika perawatan dasar terabaikan begitu saja,

Maka citra kampus, ikut merana, ikut binasa.

Pesan kritis menggema: ini bukan salah warga semata,

Ini adalah wajah kampus, yang terluka, yang nestapa.


Bahwa ada kesenjangan antara ambisi dan realitas,

Antara visi dan kondisi lapangan yang tak pantas.

Kampus adalah ilmu, tempat merajut cita-cita,

Bukan arena pembiaran, apalagi tempat bermasalah.

Perlu perbaikan serius, bukan sekadar imbauan,

Agar air tak lagi tergenang, dan wibawa pun terjaga.


Perlunya introspeksi, bukan hanya bagi yang menerobos,

Tapi juga bagi pengelola, yang membiarkan air tak lekas surut.

Bagaimana pesan tersampaikan, dengan tindakan nyata,

Agar kondisi kampus, benar-benar prima, tak tercela.

Bukan hanya tentang "tidak boleh", tapi "mari perbaiki",

Agar pemahaman tumbuh, dan rasa hormat kembali berseri.


Meski banyak air tergenang, bukan tempat pancingan,

Adalah pengakuan, akan sebuah kenyataan.

Bahwa keindahan semu, seringkali menutupi kesalahan,

Namun masalah dasar, haruslah diselesaikan.

Puisi ini bicara: tentang kritik, tentang pembiaran,

Dan tentang harapan, akan perbaikan yang tak tertahankan.


Posting Komentar

0 Komentar