Melawan Nafsu Serakah Kaum Perusak Hutan



Oleh : Siti Nur Kholifah
(Mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah STAIS Ang. 2019)

Hutan merupakan kawasan penting bagi bumi dan kehidupan manusia. Didalamnya terdapat kumpulan tumbuhan terutama tumbuhan berkayu dan menempati daerah yang luas, serta mampu menciptakan iklim dan kondisi yang khas. Iklim dan kondisi hutan yang tercipta menentukan jenis binatang yang tinggal dikawasan itu. Disisi lain, hampir semua yang ada di dalam hutan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia.

Dalam hal pemanfaatannya, manusia melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok. Bahkan seringkali cara yang dilakukannya merugikan makhluk hidup, yaitu flora, fauna dan manusia. Dalam Al-Qur'an dan Hadits, sudah banyak dijelaskan tentang anjuran untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Salah satunya dalam surah An - Nahl ayat 69 yang mengingatkan manusia untuk memanfaatkan sumber daya alam namun dengan mengikuti cara yang baik dan benar serta tidak merugikan. Sebagai manusia yang paham akan manfaat Sumber Daya Alam (SDA) yang ada, tentu menginginkan pemanfaatan SDA secara optimal untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup dan juga untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan.

Salah satu cara yang sering dilakukan ialah dengan membakar hutan. Hal ini biasa dilakukan untuk membuka lahan pertanian atau perkebunan yang akan memberikan keuntungan. Membuka lahan dengan cara membakar hutan kerap dijumpai karena bisa dilakukan dengan cepat dan murah. Padahal cara ini sangat dilarang keras, apalagi ketika perusahaan yang melakukannya, maka dapat dipastikan hutan yang terbakar akan sangat luas dan pencemaran lingkungan hidup yang dihasilkanpun akan semakin parah. Suatu perusahaan akan membakar hutan dengan cukup luas karena menginginkan keuntungan besar yang akan dihasilkan nantinya.

Salah satu kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang menjadi sorotan Nasional adalah bertempat di provinsi Riau bahkan terbaru terjadi di dua pekan pertama 2020. Dalam kurun waktu tersebut setidaknya 73 hektar lahan terbakar. Kepolisian menangkap 12 tersangka dari kategori perorangan dan tak menyentuh korporasi. Padahal sebanyak 6 perusahaan katanya telah terbukti bersalah melakukan tindak pembakaran hutan, namun belum ada penindakan. Para tersangka masih dalam proses penyidikan. Hingga sekarang kasus Karhutla Riau belum terselesaikan.

Wajar saja dikatakan bahwa pemerintah belum tegas dalam menangani kasus yang ada dan menjadi PR tersendiri bagi pemerintah untuk menegaskan penegakan hukum guna mencegah terjadinya kasus-kasus baru nantinya. Juga dikhawatirkan perusahaan tersebut akan kembali melakukan pembakaran hutan. Dalam hal ini, pihak terkait harus selalu melakukan berbagai upaya pencegahan. Seperti sosialisasi bahaya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) ke masyarakat, memberikan penyuluhan bagaimana mengolah lahan dengan cara tanpa di bakar, dan upaya-upaya lainnya dalam skala besar dengan memberikan hukuman berat bagi pelaku dan korporasi.

Meskipun tujuannya membuka lahan pertanian atau perkebunan untuk memenuhi kebutuhan manusia, pembakaran hutan tetap tidak dibenarkan baik oleh Negara maupun Agama. Dalam Islam terdapat pesan yang merujuk pada kaidah fikih yang artinya:
“Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan daripada mengambil kemaslahatan.”

        Maksudnya ialah, jika sebelum mendapatkan manfaatnya ternyata kerusakan atau kerugian yang didapat terlebih dahulu, maka dilarang atau tidak dibenarkan cara tersebut. Jika tetap dipaksakan, maka sudah pasti motivnya bukan pemenuhan kebutuhan, melainkan pemuasan nafsu serakah dunia. Dalam teori produksi Islam, al-Qur'an dan Hadist memberikan arahan tentang prinsip dan kaidah dalam berproduksi. Salah satu kaidah yang bersangkutan disini ialah “Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk mambatasi polusi, memelihara keserasian, dan ketersediaan SDA”. Dari kaidah ini pun sudah jelas bahwa merusak hutan tidak dibenarkan, karena dampaknya ialah kerusakan.

Posting Komentar

0 Komentar