Seteguk Kebahagiaan
(oleh : Chusna Zuliana Ulfa)
Jam dinding seakan berdetak begitu cepat. Hari ini ujian
Fisika yang membuatku serasa di kejar-kejar waktu, karena soal yang ku hadapi
terlalu rumit dan sulit. Entah faktor apa, mungkin faktor utamanya adalah
kurang belajar.
“waktu tinggal 5 menit lagi” ibu guru mengingatkan.
Membuatku terpacu untuk
lebih berpikir cepat dan keras. Akhirnya semua soal sudah ku kerjakan.
Saatnya mengumpulkan dan bersiap untuk pulang. Buku sudah tertata rapi dalam
tas. Posisi duduk pun sudah ku benarkan untuk menunggu yang lain mengumpul
kertas ujian serta siap-siap untuk do’a bersama.
Semua kertas ujian telah di terima oleh guru saatnya kami
menanti bel pulang. “ting tong ting tong” bel sudah berbunyi. “yeaaaayyy”
seperti biasa bersorak gembira saat bel pulang berbunyi. Ketua kelas menyiapkan
kami untuk do’a bersama. Do’a kali ini sangat khusyuk, penyebabnya adalah
harapan ujian Fisika hari ini mendapat nilai yang baik. “selesai, beri salam
kepada ibu guru” ketua kelas memerintahkan. “terima kasih bu guru” serentak
suara kami. Murid satu kelas pun bersalaman dan jalan teratur menuju rumah
masing-masing.
Pukul 14.30 udara panas yang mulai menyengat tubuh menambah
rasa amat lelah setelah seharian mengikuti kegiatan sekolah. Nampak dari jauh
seorang bapak yang berjalan gontai. Membuat rasa simpatiku terpancing dan
memberhentikan motor tepat di sampingnya. “dari mana pak? Sepertinya lelah
sekali” tanyaku padanya sambil membuka helm. “dari menjajakan dagangan, tapi
nggak ada yang mau beli” sambil melirik satu tas besar di sampingnya. “wah kalo
aku pasti aja nggak sanggup bawa ini, sudah berat di tambah panas yang
menyengat” gumamku dalam hati. “ uang sepeser pun belum saya dapat, untuk
menghilangkan dahaga pun tak bisa. Mau minta sama orang saya malu, takut nanti
di katain bergantung sama orang lain” curhatnya padaku. “kalo begitu, kebetulan
saya ada sebotol air dingin dan saya harap bapak mau terima” sambil mengambil
dari dalam tas. “tapi saya tidak punya uang untuk membayar” mukanya memelas.
“tak perlu di bayar pak saya ikhlas” sambil menyodorkan minuman untuknya.
“begini saja, saya beri ini dan akan saya terima botol minum dari kamu” sambil
memberi ku selembar kain. “baiklah pak, saya terima. Dan silakan di minum”
dengan berat hati mengambil kain yang di berikan.
Ia pun tersenyum padaku dan aku membalasnya. “sungguh luar
biasa, tangannya tak ia biarkan untuk meminta belas kasihan dari orang lain”.
Minuman yang kuberikan telah ia tegak hingga habis. Bersyukur rasanya bertemu
orang seperti bapak yang mengajarkan arti bahwa selagi kita mampu tak patut
untuk meminta-minta. Mulai ku tutup kaca helm dan menyalakan motor.
“saya pamit dulu pak, semoga dagangannya cepat laku dan
habis” kataku sambil menatapnya. “iya nak hati-hati, dan terima kasih untuk
seteguk kebahagiaan ini” katanya sambil tersenyum. “ia pak sama-sama” kataku
sambil berlalu.
Ku lihat dari kaca spion, ia masih menatap ke arahku dan
sesekali melambaikan tangannya. Aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk. Ia pun
mulai berjalan menenteng tas besarnya itu dan melawan teriknya matahari siang
ini.
0 Komentar