Oleh: Muhammad Syukur Prodi PAI Semester 7 |
GERBANG MIMPI YANG TERKUNCI
Di sebuah Desa hiduplah seorang anak bernama Maza. Maza mempunyai mimpi besar untuk melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi favoritnya. Namun, yang menghalangi mimpi besarnya, yaitu restu orang tuanya dan keterbatasan ekonomi yang dimilikinya.
Maza anak pertama dari keluarga kurang mampu dari segi ekonomi, orang tua Maza yang penuh kasih sayang, merasa sulit untuk mendukung mimpi anaknya masuk ke perguruan tinggi favoritnya, mimpi Maza.
Dibawah lampu belajar Maza berdiam hingga timbul ucapan, "Aaaaahhh.... Sial, Mau kuliah seperti teman-teman tapi hidup di keluarga kurang mampu, gimana harus merubahnya," sambil menggaruk kepala, seakan gerbang yang begitu besar terkunci rapat dalam mimpi.
Maza memutuskan untuk mencari beasiswa dan merencanakan strategi. Hingga, Maza terketuk pikirannya untuk "memberikan bukti kepada orang tua, bahwa mimpi Maza bisa kuliah walau berada di keluarga kurang mampu, pasti bisa!!!," Sontaknya sambil tersenyum dengan penuh keyakinan.
Maza memutuskan menjalin silaturahmi baik dengan guru-guru sekolahnya, meminta nasehat dan informasi jika ada beasiswa terbuka. Walaupun sulit tapi Maza tak pernah putus semangat meraih mimpinya.
Setiap hari, Maza bekerja keras di Sekolahnya, ntah membawa Gorengan lalu dijual ke teman-temannya, Maza disetiap pukul 03.00 bangun tidur, lalu membuat adonan gorengan seperti pastel, donat, dan pisang goreng, demi mengumpulkan dana tambahan kehidupannya. Mengatasi keterbatasan, dan mengukir sejarah baru di keluarganya. Maza yakin dengan keputusan ini dianggapnya sebagai hal yang tepat.
Melalui seleksi beasiswa SBMPTN yang sudah hari H pengumuman kelulusan masuk perguruan tinggi. Maza berlari melihat layar komputer Sekolah, Maza terdiam syok, wajahnya yang ayu tiba-tiba lesuh seperti tak bernyawa. tak ada jalan lagi meraih beasiswa yang ia impikan, masuk perguruan tinggi favoritnya. Maza merasa semua yang dilakukannya telah mengikuti prosedur, tapi nama Maza terpampang besar sebagai kolom berlatar merah menandakan Maza dinyatakan tidak lolos dalam Perguruan Tinggi favoritnya tersebut.
Maza berlari kencang, isak tangis yang tak bergumam, semuanya yang telah dimimpikannya terkunci rapat dihempaskan secara tak berdaya, menyalahkan dirinya, "Ya Allah, kenapa harus seperti ini, memang pantaskah diriku untuk melalui semua ujianmu ini." Pintanya sambil berlari menelan kekecewaan semua usahanya.
Dengan usaha Maza yang sudah hilang semangat, memutuskan untuk tidak melanjutkan mimpinya, berhari-hari di rumahnya Maza hanya mengurung diri menjadi anak introvert yang sebelumnya extrovert, teman-teman Maza yang sering memanggil main di luar tapi tak kunjung mau ikut bermain.
Hingga, ketika penamatan Sekolah, Maza menjadi peringkat Ketiga Terbaik di Sekolahnya, dan memberikan nama baik kepada Orang tuanya karena dilihat oleh Pemerintah, Orang tua siswa, dan teman-temannya pun ikut bahagia dengan pencapaiannya. Dan ketika setelah penyerahan penghargaan prestasi, Pemerintah menyampaikan hal yang paling dinantikan dalam mimpi Maza.
Pemerintah menyampaikan di depan para tamatan Sekolah, "Peringkat 1, 2, dan 3 yang telah meraih prestasi di Sekolah, dijanjikan beasiswa dengan boleh memilih Kampus mana yang diinginkan dan dibiayai penuh dengan pemerintah."
Tangisan kembali menghiasi wajah Maza maupun orang tua Maza, semua yang telah dilarang oleh orang tuanya, langsung diberikan izin kepada orang tuanya, dengan keterbatasan dan kekurangan, Maza dapat membuktikan dengan hasil usaha dan prestasinya.
Cerita Maza mengajarkan kita bahwa ketika gerbang mimpi terkunci, kunci untuk membukanya ada di tekad, kerja keras, dan ketahanan dalam menghadapi rintangan. Meskipun terhalang restu dan dana, Maza membuktikan bahwa mimpi dapat diwujudkan dengan kemauan dan usaha keras.
0 Komentar